Pemerintah Vietnam telah mengambil langkah dramatis dengan memutus akses ke aplikasi Telegram mulai Juni mendatang. Langkah ini dilakukan setelah ditemukan banyak indikasi bahwa platform tersebut digunakan untuk kegiatan yang dianggap meresahkan dan berbahaya. Menyusul kekhawatiran tentang potensi kejahatan yang dilakukan oleh pengguna, pemerintah setempat merasa perlu untuk bertindak tegas.
Sebuah laporan resmi menyebutkan bahwa departemen telekomunikasi di Kementerian Sains dan Teknologi Vietnam mengeluarkan surat kepada penyedia layanan internet. Dalam surat tersebut, mereka memberi peringatan mengenai pelanggaran hukum yang terjadi di Telegram yang perlu segera ditangani. Hal ini menimbulkan pertanyaan, seberapa besar dampak dari tindakan ini terhadap pengguna dan bisnis yang bergantung pada Telegram?
Pemblokiran Telegram: Alasan di Balik Tindakan Tegas
Dalam surat yang dikirimkan, kementerian menegaskan bahwa penyedia layanan internet harus mengimplementasikan langkah-langkah untuk mencegah akses ke Telegram di seluruh negeri. Mereka mencatat bahwa hampir 70 persen dari total 9.600 saluran yang ada di Telegram berisi konten yang dianggap berbahaya. Sayangnya, konten negatif ini sering kali disebarkan oleh kelompok-kelompok yang terorganisir, menyebarkan ide-ide secara antinegara dan melakukan kegiatan reaksioner.
Lebih jauh lagi, pemerintah mengklaim bahwa beberapa kelompok di aplikasi ini juga terlibat dalam kegiatan jual beli data pribadi pengguna dan bahkan perdagangan narkoba. Dalam konteks ini, pemerintah Vietnam mempertahankan bahwa tindakan mereka adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang lebih besar. Namun, langkah ini tidak lepas dari kritik mengenai pembatasan kebebasan berekspresi di negara yang memiliki sejarah ketat dalam hal kontrol media.
Efek Jangka Panjang dan Respons Telegram
Saat pemerintah Vietnam memberlakukan larangan ini, beberapa spesialis dan analis digital memperingatkan tentang implikasi jangka panjang dari keputusan ini. Telegram, sebagai platform komunikasi yang semakin populer, digunakan oleh jutaan orang di Vietnam, termasuk para pengusaha dan individu yang mencari saluran untuk mengekspresikan diri mereka. Kehilangan akses ke platform ini bisa berarti hilangnya ruang untuk diskusi yang konstruktif dan inovatif.
Menanggapi keputusan pemerintah, Telegram menyatakan bahwa mereka terkejut dan kecewa. Pihak telegram mengklaim bahwa mereka telah berusaha untuk memenuhi permintaan hukum dari pemerintah Vietnam dengan tepat waktu. Namun, mereka juga menegaskan bahwa mereka sedang dalam proses untuk menanggapi permintaan tersebut yang dibuat sebelum tenggat waktu yang ditentukan. Hal ini menunjukkan bagaimana platform komunikasi harus berjuang untuk memenuhi permintaan pemerintah sambil tetap menjaga prinsip privasi pengguna.
Dalam konteks penggunaan internet yang semakin meluas, data menunjukkan bahwa pada awal tahun 2025, hampir 80 juta orang di Vietnam sudah terhubung ke internet. Dari jumlah tersebut, sekitar 11,8 juta pengguna aktif berada di Telegram. Dengan begitu banyaknya pengguna, langkah pemerintah ini dapat memengaruhi interaksi sosial dan ekonomi di negara tersebut. Di satu sisi, mengatasi kejahatan siber adalah penting; namun, di sisi lain, pemerintah juga harus mempertimbangkan bagaimana langkah-langkah ini akan memengaruhi hubungan masyarakat dan kebebasan berbicara.